Modul 1 : Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Stunting bagi SDM Kesos
Latar Belakang
Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita)
akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000
Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Periode 1000 HPK merupakan periode
pertumbuhan dari janin hingga anak berusia 24 bulan. Anak dikategorikan
mengalami stunting apabila tinggi badannya berada di bawah minus dua standar
deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya (UNICEF, WHO 2018). Penyebab
stunting bersifat multidimensional, tidak hanya kemiskinan dan akses pangan
tetapi juga pola asuh dan pemberian makan pada balita. Stunting disebabkan oleh
kekurangan gizi kronis, infeksi berulang dalam jangka waktu lama dan kurangnya
stimulasi psikososial sejak di dalam kandungan dan setelah dilahirkan. Tidak hanya
faktor spesifik gizi, tetapi juga faktor sensitif gizi yang berinteraksi satu
dengan lainnya.
Stunting berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM), yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas SDM dan bonus demografi (pertambahan jumlah penduduk produktif yang besar) tidak termanfaatkan dengan baik. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan sebanyak 30,8 persen balita mengalami stunting. Walaupun pada tahun 2019 prevalensi stunting menjadi 27,7 persen (SSGB, 2019), angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024. Kasus stunting terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia dan di seluruh kelompok sosial ekonomi. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional.
Visi dan Misi Terkait Kesehatan dan Gizi
Visi: Mengembangkan
Sistem Jaminan Gizi dan Tumbuh Kembang Anak melalui perbaikan asupan gizi sejak
dalam kandungan, pola asuh keluarga dan fasilitas air bersih dan sanitasi.
Misi: Mengembangkan Reformasi Sistem Kesehatan
- Memperkuat program promotif dan preventifMempercepat pemerataan pembangunan infrastruktur dasar, terutama Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan perbaikan sanitasi
- Meningkatkan akses warga miskin untuk mendapatkan bantuan kesehatan (PBI JKN)
- Meningkatkan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
- Meningkatkan pemerataan fasilitas dan kualitas layanan kesehatan
- Mempercepat upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dan prevalensi stunting
Visi & Misi
Presiden dan Wakil Presiden diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 dimana upaya percepatan penurunan
stunting menjadi salah satu major project yang harus dikerjakan bersama oleh seluruh
Kementerian dan Lembaga.
Strategi Nasional
Strategi nasional
percepatan pencegahan stunting dilakukan melalui pendekatan multi-sektor yang
melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) secara terintegrasi dari
pusat, daerah, hingga tingkat desa. Pendekatan multi-sektor tidak terbatas pada
sektor kesehatan semata, tetapi juga pada sektor gizi, air minum dan sanitasi,
pengasuhan dan PAUD, perlindungan sosial dan ketahanan pangan.
Percepatan penurunan
stunting juga dilakukan secara konvergensi, untuk memastikan seluruh intervensi
penurunan stunting sampai pada target sasaran. Di tingkat pusat melibatkan 23
Kementerian/Lembaga (salah satunya Kemensos), kegiatan berupa penandaan tematik
stunting dalam sistem perencanaan penganggaran kementerian dan lembaga. Di
tingkat provinsi, kabupaten/kota melalui 8 Aksi Integrasi dan internalisasi
kegiatan ke dalam dokumen perencanaan dan anggaran. Di tingkat desa kegiatan
menyasar rumah tangga dengan ibu hamil dan baduta (1.000 HPK) dan pemanfaatan
dana desa.
Intervensi
spesifik untuk mengatasi penyebab langsung stunting yang meliputi:
•
Kecukupan asupan makanan, suplemen dan
gizi;
•
Perawatan dan pemantauan pertubuhan
anak
•
Pemeriksaan Kesehatan dan kehamilan
•
Imunisasi lengkap Intevensi sensitif
untuk mengatasi penyebab tidak langsung stunting yang meliputi:
•
Peningkatan akses pangan bergizi;
•
Peningkatan kesadaran, komitmen dan
praktik pengasuhan orangtua;
•
Peningkatan akses dan kualitas
pelayanan gizi dan kesehatan; dan
•
Peningkatan penyediaan air bersih dan
sarana sanitasi.
Gambar 1. Kerangka logis percepatan
penurunan stunting di Indonesia
Integrasi
Program Lintas Sektor
Integrasi program lintas sektor
tingkat pusat, kabupaten/kota dan desa dilaksanakan melalui koordinasi strategi
nasional di daerah dengan tugas sebagai berikut.
1. Pusat;
23 Kementerian/Lembaga menyusun perencanaan dan anggaran yang berkontribusi
pada penurunan stunting dengan mengacu pada Stategi Nasional Percepatan
Penurunan Stunting dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
2. Provinsi;
Pemerintah Provinsi memfasilitasi pembinaan, pemantauan, evaluasi dan tindak
lanjut/umpan balik terhadap pelaksanaan konvergensi pencegahan stunting di
tingkat kabupaten/kota. Tim Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Provinsi yang
ditunjuk oleh Gubernur bertugas mengkoordinasikan, mensinergikan, dan
mengevaluasi penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting secara efektif dan
terintegrasi dengan keterlibatan lintas sektor di tingkat provinsi.
3. Kabupaten/Kota;
Pemerintah kabupaten/kota menerapkan konvergensi intervensi gizi terintegrasi
dengan mengacu kepada 8 Aksi Konvergensi yaitu:
a. Aksi 1: Mengidentifikasi sebaran prevalensi stunting,
situasi ketersediaan program, dan praktik manajemen layanan saat ini.
b. Aksi 2: Rencana tindak lanjut kabupaten/kota dalam
merealisasikan rekomendasi hasil analisis situasi.
c. Aksi 3: Memastikan terjadinya integrasi
pelaksanaan intervensi antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan
non-pemerintah dan masyarakat luas secara.
d. Aksi 4: Peraturan yang menjelaskan peran dan
kewenangan desa dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) termasuk dana desa.
e. Aksi 5: Kader Pembangunan Manusia adalah kader
yang membantu desa dalam memfasilitasi pelaksanaan integrasi intervensi.
f. Aksi 6: Upaya pengelolaan data di tingkat
kabupaten/kota sampai tingkat desa untuk mendukung pelaksanaan aksi integrasi.
g. Aksi 7: Upaya kabupaten/kota untuk memperoleh data
prevalensi stunting terkini pada skala layanan puskesmas, kecamatan, dan desa.
h. Aksi 8: Review yang dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota terhadap kinerja program penurunan stunting selama satu tahun
terakhir
4. Desa;
Integrasi program di tingkat desa merupakan ujung tombak keberhasilan
percepatan penurunan stunting karena implementasi program lintas sektor ada di
tingkat desa. Kepala Desa menjadi penanggung jawab kegiatan percepatan
penurunan stunting di tingkat desa. Untuk menjamin percepatan pencegahan
stunting tepat sasaran, maka perlu koordinasi di tingkat desa dan menyasar
rumah tangga melalui berbagai kegiatan yang meliputi:
a. Pengasuhan
b. Pemantauan Tumbuh Kembang, Promosi dan Konseling
menyusui
c. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
d. Manajemen Terpadu Balita Sakit
e. Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
f. Program Keluarga Harapan (PKH)
g. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
h. Air Bersih dan Sanitasi
i. Suplemen Gizi (Gizi Makro dan Gizi Mikro)
j. Tata Laksana Gizi Buruk
Kebijakan di
Kementerian Sosial
Sesuai hasil Rapat Tingkat Menteri (RTM) pada tanggal 17 Desember 2019
dan Pedoman Umum Program Sembako Tahun 2020, transformasi program Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT) menjadi Program Sembako adalah dengan penambahan indeks
bantuan sebanyak 40.000 menjadi 150.000/bulan/KPM. Selain itu jenis bahan
pangan yang dapat dibelanjakan selain beras dan atau telur yakni sumber
karbohidrat, protein nabati, protein hewani, vitamin dan mineral yang bertujuan
untuk memenuhi keseimbangan gizi dalam rangka penurunan dan pencegahan stunting
di Indonesia.
Penajaman Program Keluarga Harapan (PKH) dapat dilaksanakan dengan
peningkatan kapasitas pendamping PKH mengenai pencegahan stunting dan penguatan
sesi P2K2 (Pertemuan Peningkatan Kapasitas Keluarga) dengan modul yang praktis.
Untuk menunjang intervensi sensitif yang diemban Kementerian Sosial, maka
Pusdiklat Kesos menyusun modul Pencegahan dan Penanganan Stunting bagi SDM
Kesos.
Pada 5 Pilar Percepatan Pencegahan Stunting (Gambar 1), tugas dan
fungsi Kementerian Sosial terdapat pada Pilar 2, Pilar 3 dan Pilar 4, yaitu:
Pilar 2 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik dan
perubahan perilaku masyarakat untuk mencegah stunting. Kegiatan dilakukan
melalui (a) Advokasi berkelanjutan kepada para pembuat keputusan di berbagai
tingkatan pemerintah, (b) Kampanye Nasional kepada pengelola program
menggunakan berbagai bentuk media dan kegiatan-kegiatan masyarakat, dan (c)
Komunikasi antar pribadi untuk mempercepat perubahan perilaku di tingkat rumah
tangga dalam mendukung ibu hamil dan pengasuhan anak 0 – 24 bulan.
Indikator pilar 2:
a. persentase masyarakat yang menilai stunting sebagai 10 masalah penting pada gizi dan kesehatan,
b. pelaksanaan kampanye publik perubahan perilaku bagi masyarakat umum
yang konsisten dan berkelanjutan di tingkat pusat dan daerah,
c. jumlah kabupaten/kota yang menerbitkan kebijakan daerah yang memuat
kampanye publik dan komunikasi perubahan perilaku, serta
d. pelatihan bagi penyelenggara kampanye dan komunikasi perubahan
perilaku yang efektif dan efisien
Kegiatan poin b dan c dapat dilakukan oleh pendamping PKH, pendamping
BPNT, pendamping KAT (Komunitas Adat Terpencil), Pekerja Sosial, Penyuluh
Sosial dan pendamping sosial lainnya. Salah satu strategi pencapaian tujuan
dilakukan melalui pengembangan kapasitas pengelola program dengan memberikan
pelatihan kepada SDM Kesos. Pusdiklat Kesos menyusun modul Pencegahan dan
Penanganan Stunting Bagi SDM Kesos
yang berisi materi praktis mengenai gambaran stunting, pencegahan dan
penanganannya.
Pilar 3 bertujuan memperkuat konvergensi melalui koordinasi dan
konsolidasi program dan kegiatan pusat, daerah, dan desa. Strategi pencapaian
tujuan salah satunya dilakukan dengan membagi kewenangan dan tanggung jawab
pemerintah di semua tingkatan untuk menyelenggarakan konvergensi. Kegiatan di
tingkat desa dilakukan dengan Pemerintahan Desa memastikan setiap sasaran
prioritas menerima dan memanfaatkan paket layanan intervensi gizi prioritas.
Implementasi kegiatan dilakukan bekerja sama dengan Kader Pembangunan Manusia
(KPM), pendamping PKH, pendamping desa, kader Bina Keluarga Balita (BKB), guru
PAUD, petugas Puskesmas, bidan desa, serta petugas Keluarga Berencana.
Pilar 4 bertujuan meningkatkan akses terhadap makanan bergizi dan
mendorong ketahanan pangan. Keterlibatan Kementerian Sosial melalui pemberian
bantuan tunai, seperti program PKH dan program Bantuan Sosial Sembako untuk
memastikan agar semua keluarga miskin dapat memenuhi kebutuhan pangan. Strategi
pencapaian tujuan salah satunya dilakukan melalui perluasan program bantuan
sosial dan bantuan pangan yang bergizi untuk keluarga kurang mampu agar dapat
memenuhi kebutuhan gizi keluarga 1000 HPK. Instrumen pelaksanaannya melalui
penambahan jenis bahan pangan yang bergizi, perluasan cakupan wilayah dan
penerima program bantuan sosial Sembako, agar dapat memenuhi kebutuhan gizi
keluarga 1000 HPK.
Peran SDM Kesejahteraan Sosial
Kementerian Sosial memiliki SDM Kesos yang tersebar di berbagai tingkat
pemerintahan mulai dari kabupaten/kota, kecamatan dan desa; sehingga SDM Kesos
berperan sangat penting dalam pencegahan dan penanganan stunting
SDM Kesos yang dimaksud adalah pekerja sosial, tenaga kesejahteraan
sosial (TKS), penyuluh sosial dan relawan sosial. Diantara pekerja sosial dan
TKS ada yang melaksanakan tugas sebagai pendamping sosial, yaitu Pendamping
PKH, Pendamping BPNT, dan Pendamping Komunitas Adat Terpencil (KAT) dll.
Penyuluh sosial dalam konteks ini adalah seseorang yang mempunyai tugas,
tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan pencegahan
stunting. Relawan sosial yang dapat terlibat dalam kegiatan pencegahan stunting
diantaranya Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), dan Pekerja Sosial
Masyarakat (PSM).
Peran SDM Kesos dalam upaya pencegahan stunting terintegrasi di tingkat
desa dan keluarga, meliputi:
1. Peran
sebagai pendidik (educator)
Peran
sebagai pendidik adalah peran yang dilakukan SDM Kesos melalui kegiatan
penyampaian pengetahuan tentang stunting, peningkatan kesadaran, komitmen,
praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak. Sasaran kegiatan adalah tingkat
keluarga dan masyarakat.
2. Peran
sebagai fasilitator
Peran
sebagai fasilitator adalah peran yang dilakukan pendamping SDM Kesos untuk memfasilitasi
agar keluarga dan masyarakat mampu
mendukung
pemenuhan kesejahteraan ibu hamil dan/atau menyusui serta anak balita,
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan. Sasaran kegiatan
fasilitasi adalah keluarga 1000 HPK dan masyarakat sekitarnya .
3. Peran
sebagai penyuluh sosial
Peran
sebagai penyuluh sosial adalah peran yang dilakukan SDM Kesos melalui kegiatan
sosialisasi untuk mendukung perubahan perilaku keluarga 1000 HPK dan masyarakat
sekitar dalam pencegahan dan penanganan stunting. Sasaran penyuluhan sosial
adalah masyarakat secara umum, ibu-ibu yang mempunyai balita,
4. Peran
sebagai advokat sosial
Peran
advokat sosial dilakukan dengan membantu dan mewakili keluarga dan masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap hak dasar dalam upaya pencegahan dan
penanganan stunting
5. Peran
sebagai mobilisator
Peran
sebagai mobilisator dilakukan dengan cara menggerakkan keluarga dan masyarakat
dalam kegiatan pencegahan dan penanganan stunting.
Sumber dan bahan bacaan
1. Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak
Kerdil (Stunting) Periode 2018 – 2024. Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
PPN/Bappenas dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
2018.
2. Pedoman Pelaksanaan Intervensi Pencegahan Stunting
Terintegrasi di Kabupaten/Kota, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
PPN/Bappenas
3. Panduan Fasilitasi Konvergensi Pencegahan Stunting
di Desa. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
4. Pedoman Umum Program Sembako. Direktorat Fakir
Miskin Kementerian Sosial. Direktorat Jenderal Fakir Miskin Kementerian Sosial.
2020
5. Pedoman Program Keluarga Harapan (PKH). Direktorat
Jaminan Sosial Keluarga. Direktorat Jenderal Perlindungan Jaminan Sosial
Kementerian Sosial. 2019
6. Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2017
tentang Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial
Komentar
Posting Komentar